Sunday, September 8, 2013

Resensi "Katak Hendak Menjadi Lembu"


KATAK HENDAK MENJADI LEMBU
Karya Nur Sutan Iskandar
Oleh Jaya Paul


SYNOPSIS  NOVEL

Haji Hasbullah dengan berat hati harus  menerima lamaran Haji Zakaria  yang hendak mengambil Zubaidah untuk mejadi istri anaknya  yang bernama Suria. Haji Hazbullah berat menerima lamaran, sebab sebenarnya sudah mempunyai calon untuk Endah anaknya itu, yaitu Raden Prawira, seorang Manteri Polisi. Keberatan Haji Hazbullah yang lainnya, karena Suria  di mata Haji Hazbullah dianggap sebagai seorang pemuda yang pongah, sombong, foya-foya, serta egois. Tapi karena Haji Zakaria adalah teman karibnya, jadi dia tak kuasa menolak ketika Haji Zakaria datang hendak melamar  Endah sebagai menantunya.
Ketakutan Haji Hazbullah memang terbukti, kelakuan Suria tidak berubah sedikitpin. Apalagi setelah ayahnya, Haji Zakaria meningggal dunia, Suria kerjanya hanya berfoya-foya saja, anak istrinya tidak dia hiraukan. Malah lebih jauh lagi, Zubaidah, istrinya yang dia tinggalkan selama tiga tahun  padahal istrinya baru saja melahirkan anaknya, yang mereka berinama Abdlhalim. Suria baru kembali kembali kepangkuan istrinya, setelah harta warisan ayahnya itu sudah habis dia menggunakanya untuk berfoya-foya itu. Dia memohon dan meminta maaf sama Zubaedah agar  dia diterima  lagi dalam keluarga itu. Permohonan dikabulkan  oleh Zubaedah  karena rasa kasihan  dan berharap bahwa memang betul-betul Suria nantinya  akan merubah tingkah lakunya yang kurang baik itu. Kemudian Suria bekerja sebagai juru tulis di kantor asisten kabupaten. Penghasilan pas-pasan, sehingga sulit untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarganya. Sebagai orang tua yang baik, Haji Hazbullah membantu  anaknya dengan cara menyekolahkan Abdullah ke sekolah Belanda.
Penghasilan Suria sebenarnya masih sangat pas-pasan. Tapi kelakuan Suria masih tetap saja tak berubah-berubah, sifatnya  yang keras kepala, tak tahu malu, serta selalu masih merasa sebagai seorang bangsawan  yang kaya dan dihormati masih saja tertanam dalam kepalanya. Biar dilihat oleh orang-orang bahwa  dia termasuk keluarga  mampu, kedua anaknya, adik Abdulhalim yaitu Saleh dan Aminah oleh Suria di sekolahkan  ke HIS Bandung. Padahal  Zubaedah pusing akibat kelakuan sumainya yan tidak tahu diri itu. Mereka suka bertengkar mulut, sebab secara diam-diam Zubaedah mengeluh pada ayahnya dan minta dikirimi uanga agar bisa bayar hutang.
Rupanya Suria sudah punya rencana sendiri kenapa dia selalu acuh tak acuh. Tak lama lagi Suria akan diangkat  menjadi Klerek karena ada lowongan untuk itu dia telah melayangkan lamaran untuk lowongan itu. Dia begitu yakin akan dterima.  Karena yakin  Suria bernai membeli barang-barang  lelang dikantornya, yang tentu saja dengan hutang sebagainya. makin lama hutangnya makin menggunung saja. Yang lebih fatal lagi, rupanya Suria telah mengambil uang kas negeri negeri guna  keperluan yang tak pernah terpuaskan itu.  Kelakuannya ketahuan atasannya sehingga dia dipanggil. Waktu dipanggil itu, karena memang sudah direncanakan, dia sudah menyiapkan surat berhenti setelah berhenti menggelapkan uang kas negara maka dia akan membawa anak istrinya pindah ke rumah Abdullhalim anaknya. Dia sudah menulis surat kepada anaknya itu bahwa dia dan istrinya hendak tinggal di rumah  Abdullhalim.
Sebagai anak yang hendak berbakti kepada orang tuanya, jelas Abdullhalim tak merasa keberatan kalau kedua orang tuanya bermaksud tinggal di rumahnya. Setelah beres-beres, Suria dan istrinya langsung berangkat  ke rumah Abdulhalim. Rupanya tingkah laku pola Suria betul-betul tak pernah berubah, walaupun dia jelas-jelas tinggal di rumah anaknya dan sekaligus menantunya itu, namun Suria merasa dialah sebagai kepala rumah tangga dalam rumah tangga itu. Yang paling menderita melihat  tingkah laku Suria  yang diluart batas itu adalah Zubaedah. Hatinya hancur lebur, karena kehidupan keluarganya  berantakan akibat ulah suaminya itu.  Akibatnya Zubaedah sakit-sakitan  sampai meninggal dunia dengan menanggung  penderitaan batin yang teramat dalam.
Kesadaran Suria baru muncul, yaitu ketika istrinya meninggal itu. Dia merasa malu yang dalam , karena telah mengganggu kedamaian kehidupan Zubaedah istrinya itu. Karena merasa malu dan menyesal, Suria kemudian mengambil keputusan meninggalkan  keluarganya  dan pergi entah ke mana tanpa tujuan. Dia hilang pergi entah kemana, dengan membawa semua penyesalan, malu serta segala kesombongan dan keangkuhan yang sudah mendarah daging itu.
                                  
                                                                                            Yogyakarta, 1 Agustus 2005






RESENSI NOVEL
Judul                    : Nilai Kehidupan Novel Klasik
Pengarang            : Nur Sutan Iskandar
Penerbit               : Balai Pustaka
Tahun Terbit        : 2008
Jumlah Halaman  : 224 halaman


“Katak Hendak Jadi Lembu” adalah novel klasik yang mengandung nilai-nilai kehidupan dari sepasang suami istri bernama Raden Suria dan istrinya Zubaidah. Novel ini menceritakan tentang kehidupan Suria yang hanya bekerja sebagai mantri kabupaten tetapi bertingkah bagai orang yang paling berkuasa di daerahnya layaknya seekor katak yang ingin berubah menjadi lembu sangat sesuai dengan judul novel tersebut.
Novel karangan Nur Sutan Iskandar ini, menggunakan alur maju mundur (digresi) karena awalnya pengarang mengenalkan situasi dan tokoh cerita, lalu kembali menceritakan kejadian masa lalu ketika Suria dijodohkan dengan Zubaidah, kemudian kembali memaparkan cerita yang menuju konflik. Sehingga digunakannya alur maju mundur (digresi) ini, memudahkan pembaca untuk mengetahui awal penyebab konflik sebelum mengetahui konflik yang terjadi. Sedangkan puncak konflik yang digunakan adalah “sad ending” karena diceritakan bahwa Suria akhirnya meninggal dunia.
Adapun tokoh utama novel ini adalah Zubaidah sebagai istri Suria dengan watak protagonis memiliki sifat yang sabar, patuh terhadap suami dan sangat menyayangi ketiga anaknya Abdulhalim, Saleh dan Enah. Sedangkan lawan mainnya Suria dengan watak antagonis memiliki sifat sombong, tinggi hati dan tidak layak ditiru oleh pembaca semakin menambah kehebatan isi cerita.
Meskipun novel ini dikarang oleh pengarang yang berasal dari daerah Minangkabau, akan tetapi pengarang mampu menulis novel yang kuat dengan menghadirkan latar tempat dan latar sosial masyarakat Pasundan seperti yang dikatakan oleh Maman S. Mahayana seorang kritikus sastra. Hal ini dibuktikan bahwa pengarang menceritakan adat yang berlaku di Pasundan bahwa seorang anak gadis harus bersedia menikah dengan seseorang pilihan orang tuanya bukan kehendak dirinya sendiri. Selain itu pengarang terlihat piawai memainkan bahasa Sunda seperti “kabodoan” berarti tertipu, ”ngigel” berarti menari, ”semah” berarti tamu dan juga bahasa Belanda seperti “binnelandsch bestuur” berarti pemerintahan dalam negeri, “hulpschrijver” berarti juru tulis pembantu.
Pasundan adalah latar tempat yang digunakan dalam novel ini. Kesedihan, kekesalan, ketegangan dan keharuan menjadi latar suasana yang selalu menghiasi cerita. Hal ini dibuktikan ketika Zubaidah menangis memohon agar suaminya, Suria tidak lagi boros terhadap keuangan rumah tangga. Suasana keharuan ketika Suria diusir oleh anaknya, Abdulhalim karena tabiatnya yang buruk kemudian jatuh miskin dan akhirnya meninggal dunia menyusul istrinya.
Novel yang terdiri dari 224 halaman ini menggunakan sudut pandang orang serba tahu karena tidak adanya penggunaan kata “aku” dalam menceritakan suatu kejadian.
Adapun kekurangan dalam novel ini adalah gambar sampul yang terkesan sederhana karena tidak menggunakan ilustrasi gambar sehingga terlihat tidak menarik, penggunaan peribahasa seperti …”telunjuk lurus,kelingking berkait…”
Adapun kelebihan novel ini dari segi fisik menggunakan kertas putih yang enak untuk dibaca, meski novel klasik tetapi tidak kalah hebat dengan novel modern. Selain itu novel ini banyak mengandung amanat seperti kita tidak boleh sombong dan tinggi hati, kita tidak boleh boros, kita tidak boleh diperbudak oleh harta dan jabatan, kita tidak boleh menambah beban kedua orang tua ketika telah menikah karena semua yang kita miliki di dunia ini hanya “teman dikala hidup dan musuh dikala mati” artinya semua ini hanya titipan Tuhan Yang Maha Esa.
Dapat disimpulkan bahwa novel ini layak dibaca oleh orang dewasa dan remaja sedangkan untuk anak-anak novel ini menggunakan bahasa yang baku dan sulit untuk dimengerti.


Analisis Resensi         :
  1. Judul Resensi                         : Nilai Kehidupan Novel Klasik.
  2. Judul buku yang diresensi   : Katak Hendak Jadi Lembu
  3. Penulis Resensi                      : Jaya Paul
  4. Amanat yang bisa dipetik     :
a.    Tidak boleh sombong dan tinggi hati. (alenia 1 dan alenia 8)
b.   Kita tidak boleh boros. (alenia 5 dan alenia 8)
c.    Manusia tidak boleh diperbudak oleh harta dan jabatan. (alenia 8)
d. Kita harus ingat bahwa semua yang kita miliki di dunia hanyalah titipan Tuhan Yang Maha Esa. (alenia 8)

No comments:

Post a Comment